Ketika Iri Melihat Pencapaian Teman, Ubah Rasa Iri Jadi Motivasi

Ketika iri melihat pencapaian teman, kalian mungkin merasa campur aduk, senang sekaligus tertekan. Perasaan bangga bercampur kekhawatiran ternyata sangat wajar. Psikolog klinis Miriam Kirmayer menjelaskan bahwa kalian bisa bahagia tapi juga iri ketika mendengar kabar baik teman, bangga pada pencapaian mereka namun di saat bersamaan mencemaskan masa depan sendiri. Artinya, kalian tak perlu merasa bersalah karena mengalami emosi ini.

Ingatlah bahwa setiap orang memiliki jalan hidup dan irama waktunya masing-masing. Iri hati biasanya muncul karena kita terlalu fokus pada hasil orang lain tanpa melihat perjuangan di baliknya. Jadi, bukannya terus menyalahkan diri sendiri, ayo kita pelajari penyebab rasa iri dan cara mengelolanya.

Mengapa Kalian Sering Merasa Iri?

Mengapa Kalian Sering Merasa Iri?

Secara psikologis, membandingkan diri dengan orang lain adalah hal yang normal. Teori Social Comparison yang diperkenalkan Leon Festinger (1954) menyebutkan bahwa manusia secara alami menilai nilai diri berdasarkan perbandingan dengan orang lain. Di era media sosial, proses ini kian mudah dan berbahaya. Setiap kali kita menggulir feed, yang tampak hanya cuplikan kesuksesan tanpa menampilkan perjuangan di baliknya.

Misalnya, melihat foto liburan mewah atau promosi kerja teman, kita sering lupa orang itu pasti berkorban tenaga dan waktu untuk meraihnya. Paparan konten seperti itu ibarat menonton cuplikan klimaks film tanpa tahu latar ceritanya. Tak heran jika perasaan minder atau kurang dipercaya diri muncul.

Rasa iri sebenarnya bisa bersifat motivasional jika dikelola dengan bijak. Sebagaimana dikutip dalam sebuah studi, iri hati muncul ketika kualitas yang kita kurang perhatian orang lain memilikinya mengancam konsep diri kita. Dalam bahasa lain, kekhawatiran Kenapa saya belum, sedangkan dia sudah? bisa memicu stres. Namun catatan pentingnya, iri adalah respon alami otak kita.

Saat orang lain berhasil lebih dulu, otak memberikan hormon stres (kortisol) yang membuat kita tidak nyaman. Sebaliknya, ketika kita merasa aman, hormon endorfin bahagia mengalir. Ini mirip crab mentality atau mentalitas kepiting, yaitu kecenderungan untuk menahan teman naik menuju keberhasilan karena takut sendirian disana.

Skill Academy menggambarkan ini lewat analogi ember berisi kepiting, ketika satu kepiting mencoba keluar, kepiting lain justru menariknya kembali agar mati bersama dalam ember. Jadi, jangan kaget kalau muncul dorongan hati untuk meremehkan atau mengecilkan pencapaian orang lain, itu seringkali reaksi bawah sadar. Namun sadarilah bahwa pola pikir seperti itu tidak sehat.

Profesor psikologi bahkan menyarankan, fokuslah menggeser perhatian dari pencapaian teman ke kemajuan kalian sendiri. Perbandingan tiada henti hanya akan merampas kebahagiaan seperti yang diingatkan Jordan Peterson, Bandingkan dirimu dengan dirimu kemarin, bukan dengan orang lain hari ini. Kata-kata bijak ini menggarisbawahi, setiap orang punya proses unik. Daripada disibukkan oleh highlight reel orang lain, lebih baik lihat pertumbuhan kalian sendiri dari hari ke hari.

Dampak Negatif Terlalu Sering Membandingkan Diri

Dampak Negatif Terlalu Sering Membandingkan Diri

Jika dibiarkan, rasa iri bisa merusak kesehatan mental. Penelitian menunjukkan, semakin sering kita membandingkan diri dengan orang lain, semakin besar kemungkinan muncul self-talk negatif dan kecemasan. Sering membayangkan “Kenapa dia bisa hebat, sedangkan aku tidak?” bisa menurunkan kepercayaan diri dan memicu stres yang berkepanjangan. Perbandingan tanpa filter ini ibarat jerat pikiran, kita sibuk menghitung prestasi orang lain alih-alih merayakan langkah kecil kita. Perasaan iri akan selalu bertahan lebih lama daripada kebahagiaan orang yang kita iri. Artinya, iri hati justru memanjangkan penderitaan kita sendiri.

Selain efek psikologis, terlalu fokus pada kesuksesan orang lain juga menghambat tindakan positif. Saat kita sibuk menuding alasan “kenapa saya belum seperti dia”, energi dan waktu terbuang sia-sia. Terlalu fokus pada pencapaian orang lain dapat membuat kita lupa potensi diri sendiri. Padahal, kalian mungkin memiliki kesempatan sama besar untuk sukses, hanya terhalang oleh keraguan akibat iri hati. Mending gunakan momen itu untuk introspeksi, apa langkah kecil yang bisa kalian ambil hari ini daripada menunggu sukses jatuh dari langit!?

Cara Mengelola Emosi Ketika Iri Melihat Pencapaian Teman

Cara Mengelola Emosi Ketika Iri Melihat Pencapaian Teman

Setelah mengetahui penyebab dan bahaya iri, sekarang waktunya bertindak. Berikut 5 strategi ampuh untuk mengubah rasa iri menjadi dorongan positif:

1. Batasi Paparan Media Sosial dan Lingkungan Negatif

Paparan highlight reel media sosial sering kali memicu iri. Cobalah atur waktu menggunakan gadget atau mute akun-akun yang membuat kalian minder. Tetapkan waktu bebas gadget setiap hari. Alihkan kegiatan scrolling kalian ke hal yang menyenangkan, jalan-jalan di alam, membaca buku, atau ngobrol langsung dengan teman.

Langkah sederhana ini membantu mengembalikan fokus ke dunia nyata dan memulihkan kepercayaan diri. Ingat analogi film tadi, bila kita hanya melihat potongan klimaks, tak adil rasanya membandingkan cerita lengkap dengan yang dipotong-potong. Tarik nafas sejenak, hidup di luar layar, maka perasaan kurang pun perlahan berkurang.

2. Fokus pada Perkembangan Diri Sendiri

Sebaliknya, gunakan pencapaian teman sebagai motivasi. Alihkan benchmark eksternal ke internal. Seperti diingatkan oleh Jordan Peterson, bandingkan diri kalian dengan versi diri kalian sendiri kemarin. Misalnya, sebelum sibuk lihat kolega naik jabatan, tanyakan pada diri “langkah apa yang sudah aku lakukan minggu lalu?”

Lihat kemajuan-kemajuan kecil dalam diri, mungkin kalian berhasil menyelesaikan tugas yang sulit, belajar keterampilan baru, atau memperbaiki pola hidup. Setiap perubahan positif itu pantas disyukuri. Dengan cara ini, kalian membangun tolak ukur pencapaian sendiri, dan sikap kompetitif negatif bisa berubah menjadi rasa bangga pada diri sendiri.

3. Latih Rasa Syukur (Gratitude) dan Self-Love Setiap Hari

Rasa syukur terbukti efektif mengalihkan fokus dari kekurangan diri ke berkat yang sudah dimiliki. Luangkan waktu menulis tiga hal baik tentang diri kalian setiap hari, meski kecil, seperti pekerjaan selesai tepat waktu atau mendapat pujian kecil. Mempraktikkan journaling syukur membuat otak terbiasa mencatat pencapaian pribadi.

Seiring waktu, kalian akan lebih merasa cukup dan bangga dengan apa yang dicapai, bukan iri pada orang lain. Selain itu, biasakan berbicara pada diri sendiri dengan kata-kata yang menyemangati. Bangun kesadaran bahwa mencintai diri sendiri (self-love) meliputi menerima kelebihan dan kekurangan.

Teruslah hargai perjalanan kalian, seperti kata penulis Zen Sharon Salzberg, menerima diri sendiri berarti membangun cinta kasih pada diri hingga mencapai kedamaian dalam batin. Kekuatan self-love ini akan membuat hati lebih lapang saat orang lain berhasil.

4. Tetapkan Tujuan dan Nilai Pribadi

Ingatlah, ukuran kesuksesan setiap orang berbeda. Mungkin teman kalian mengejar karier, tetapi impian kalian fokus kepada kebebasan waktu atau hobi. Evaluasilah apa yang benar-benar penting bagi kalian, keluarga, kesehatan, kreativitas, atau hal lain. Setelah itu, tetapkan tujuan yang selaras dengan nilai-nilai itu. Dengan tujuan yang sudah dipersonalisasi, pencapaian diukur berdasarkan standar kalian sendiri, bukan pencapaian orang lain.

Contohnya, jika kalian menghargai kreativitas, fokuslah melatih bakat kalian tanpa membandingkan diri dengan seniman terkenal. Pendefinisian seperti ini (mindset berbasis nilai) membantu menghindari jebakan iri: kita berkompetisi dengan diri sendiri untuk menjadi lebih baik, bukan untuk melampaui orang lain.

5. Hargai Setiap Kemajuan Kecil

Ingatlah bahwa pencapaian besar lahir dari kemenangan-kemenangan kecil. Seringkali kita abaikan langkah kecil yang sudah ditempuh. Padahal, merayakan small wins bisa meningkatkan motivasi dan daya tahan mental. Mulai dari hal sepele seperti merampungkan satu bab buku, lari beberapa kilometer, atau menyelesaikan presentasi, beri penghargaan pada diri sendiri.

Misalnya, tuliskan pencapaian itu di jurnal atau rayakan dengan aktivitas sederhana yang kalian sukai. Menurut American Psychological Association, kebiasaan ini mengingatkan otak bahwa setiap kemajuan berharga. Ketika kalian mengakui, “Wow, aku sudah sejauh ini,” maka kepercayaan diri tumbuh dan rasa “tidak cukup” perlahan memudar. Dengan rutin merayakan keberhasilan pribadi, semangat juang akan terus terjaga.

6. Kelilingi Diri dengan Dukungan Positif

Lingkungan sosial sangat mempengaruhi cara kita melihat diri. Cari teman atau komunitas yang mendukung, bukan yang suka memamerkan pencapaian atau saling menjatuhkan. Teman yang sehat justru akan merayakan keberhasilan kalian dan memberikan semangat ketika kalian belum berhasil. Misalnya, diskusikan tantangan bersama teman lama, seringkali kita menemukan bahwa di balik sukses mereka ada perjuangan besar sama seperti kita.

Jika ada teman yang terus membuat kalian minder, batasi interaksi dengan mereka. Pilihlah orang-orang yang mau mendengarkan cerita kalian dan membagikan pengalaman serupa. Lingkungan positif semacam ini akan memperkuat harga diri dan memudahkan kalian menerima proses pribadi tanpa terus menerus membandingkan. Bukankah kebahagiaan lebih nikmat jika dibagi, bukan ditunggangi rasa iri?

Dengan menerapkan strategi-strategi di atas, rasa iri perlahan bisa diredam. Kalian belajar untuk fokus ke tujuan sendiri, alih-alih melihat “panggkuan penuh” orang lain. Seperti diibaratkan analogi perlombaan, kehidupan adalah marathon yang setiap orang jalani dengan kecepatan berbeda. Yang terpenting bukan menjadi pelari tercepat, tapi menyelesaikan lomba itu sesuai irama kalian.

Pada akhirnya, perubahan pikiran memerlukan waktu. Namun dengan konsistensi, kalian akan mampu mengubah pikiran negatif menjadi energi positif. Saat godaan untuk membandingkan datang, jadikanlah inspirasi dan pelajaran berharga, bukan sebagai beban. Ketika kalian berhasil menginternalisasi hal ini, rasa percaya diri dan kebahagiaan akan tumbuh dari dalam, bukan dari milik orang lain.

Kesimpulan

Rasa iri saat melihat pencapaian teman memang wajar, tapi ia tidak boleh membatasi kebahagiaan dan kemajuan kalian. Dengan memahami penyebabnya (teori perbandingan sosial, media sosial, mentalitas kepiting), serta menerapkan strategi di atas (batasi media sosial, fokus diri, syukur, dsb.), kalian dapat mengelola emosi tersebut. Setiap kali muncul rasa iri, renungkanlah dan ingatlah bahwa kesuksesan orang lain tidak mengurangi kesempatan kalian. Teruslah berkembang dan bangga dengan pencapaian sendiri, karena perjalanan setiap orang berbeda.

Seorang ibu dan penulis yang menggabungkan pengalaman nyata menjadi orang tua dengan latar pendidikan Psikologi. Melalui CoretanKita, saya membagikan cerita, refleksi, dan panduan praktis seputar parenting, kesehatan ibu & anak, serta gaya hidup keluarga, semuanya berdasarkan perjalanan dan nilai-nilai yang saya jalani setiap hari.

You might also like
5 Cara Berdamai dengan Kekurangan Diri agar Hidup Lebih Tenang

5 Cara Berdamai dengan Kekurangan Diri agar Hidup Lebih Tenang

Self Love Bukan Sekadar Skincare, Pahami Arti Mencintai Diri dari Dalam

Self Love Bukan Sekadar Skincare, Pahami Arti Mencintai Diri dari Dalam

Berhenti Membandingkan Diri Sendiri: 5 Pengingat untuk Menerima Prosesmu Sendiri

Berhenti Membandingkan Diri Sendiri: 5 Pengingat untuk Menerima Prosesmu Sendiri