Jakarta, 7 Juni 2025 – Isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mencuat tajam pada awal bulan ini, menjadi topik hangat di kalangan pemerintahan, akademisi, hingga publik luas.
Pada tanggal 1 Juni 2025, Forum Purnawirawan Prajurit TNI mengirimkan surat resmi kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Surat yang ditandatangani oleh Jenderal (Purn) Try Sutrisno, Jenderal (Purn) Fachrul Razi, dan Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto ini berisi usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Titik pemicu utama adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah syarat usia calon presiden dan wakil presiden sehingga Gibran memenuhi kualifikasi untuk mencalonkan diri pada Pemilu 2024. Purnawirawan menilai putusan tersebut inkonstitusional dan melanggar Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Menurut Pasal 7A Undang-Undang Dasar 1945, presiden atau wakil presiden hanya dapat diberhentikan melalui mekanisme pemakzulan jika terbukti melakukan:
Proses pemakzulan harus dimulai dengan pengajuan usulan oleh sekurang-kurangnya satu pertiga anggota DPR, dilanjutkan pemeriksaan oleh MK, dan jika terbukti, DPR mengajukan sidang ke MPR untuk memutuskan pemberhentian. Hingga kini, belum ada bukti bahwa Wakil Presiden Gibran melakukan salah satu kategori pelanggaran tersebut.
Setiap tahapan dapat memakan waktu berbulan-bulan, sekaligus menuntut bukti dokumenter dan saksi ahli. Proses ini dirancang untuk menjaga agar pemakzulan tidak menjadi alat politik praktis yang merusak stabilitas kenegaraan.
Presiden menjawab santai, menyebut wacana pemakzulan sebagai bagian dari dinamika demokrasi. Ia menegaskan bahwa semua proses harus taat pada konstitusi dan hukum acara yang berlaku.
Fraksi-fraksi di DPR hingga kini belum sepakat untuk menginisiasi usulan. Beberapa politisi menilai inisiatif ini prematur karena belum terlihat adanya pelanggaran substansial.
Dr. Yance Arizona (UGM) menyatakan usulan belum berdasar karena tidak ada fakta pelanggaran. Ia memperingatkan bahaya politisasi MK dan DPR menjadi instrumen rivalitas kekuasaan.
Perdebatan hangat muncul soal perubahan syarat usia calon yang memungkinkan Gibran berpartisipasi. Kritikus menilai revisi aturan tersebut diwarnai kepentingan politik tertentu, sementara pendukung menilai sebagai penyesuaian dinamis sesuai perkembangan demografi pemilih muda.
Upaya menggunakan instrumen hukum—MK dan mekanisme pemakzulan—untuk kepentingan politik dapat menurunkan kepercayaan publik. Jika tidak dikawal ketat, institusi negara bisa terperangkap dalam dinamika kekuasaan semata, bukan menegakkan keadilan.
Usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mencerminkan dinamika politik yang kompleks di Indonesia. Meskipun ramainya perdebatan, hingga kini belum ada bukti sahih tentang pelanggaran yang memenuhi syarat pemakzulan menurut UUD 1945. Semua pihak diimbau menghormati proses hukum yang ada, serta menghindari politisasi lembaga negara demi menjaga stabilitas dan kepercayaan publik.
Sumber : Surat Pemakzulan Gibran Disambut Terbuka Fraksi-fraksi di DPR